Cari artikel Blog ini

Kamis, 26 Juni 2025

Apa Itu Riba? Jenis, Contoh, dan Pandangan Ulama tentang Bunga Bank
















Apa Itu Riba? 

Secara bahasa, riba berarti tambahan. Dalam istilah syariah, riba adalah tambahan dalam transaksi yang tidak dibenarkan oleh hukum Islam, khususnya dalam utang piutang dan jual beli barang-barang tertentu.

Riba diharamkan secara mutlak dalam Islam, berdasarkan:

QS. Al-Baqarah: 275–279

Rasulullah ﷺ melaknat pemakan riba, pemberi riba, pencatatnya, dan saksi nya. (H.R Muslim)


Jenis-Jenis Riba

1. Riba Fadhl , Tambahan dalam pertukaran barang sejenis, tapi tidak setara timbangannya atau ukurannya.

 Contoh: Menukar 1 kg gandum kualitas rendah dengan 1,2 kg gandum kualitas tinggi.

2. Riba Nasi’ah, Tambahan karena penundaan pembayaran atau penambahan waktu. Ini yang paling sering terjadi dalam utang piutang.

Contoh: Pinjam Rp1 juta, dikembalikan Rp1,2 juta karena tempo mundur.

3. Riba Qardh, Tambahan yang disyaratkan dari pinjaman uang tunai.

Contoh: Pinjam uang ke teman dengan syarat harus dikembalikan lebih banyak, walau tanpa jasa.

Pandangan Ulama tentang Bunga Bank!

Disini saya menghadiri kan beberapa pandangan dari ulama atau yang memiliki otoritas terkait bunga bank. Dikarenakan bunga bank ini masih di perdebatkan apakah memang termasuk ke jenis riba, dan apakah memang sama bung bank ini dengan riba yang dilarang dan diharamkan dalam Islam?! . Berikut ini beberapa pandangan 

Berikut daftar ulama dan lembaga resmi yang menyatakannya haram:

1. Majma’ al-Fiqh al-Islami (OKI) – 1986
Menyatakan bunga bank adalah riba yang diharamkan secara mutlak.
2. Majelis Ulama Indonesia (MUI) – Fatwa 2003
Mengharamkan bunga bank dan menganjurkan penggunaan sistem keuangan syariah.
3. Syaikh Yusuf al-Qaradawi
Dalam Fiqh al-Zakah dan karya lainnya, beliau menegaskan bahwa bunga bank adalah riba nasi'ah.
4. Syaikh Muhammad al-Ghazali
Menolak bunga bank dan menyatakan bahwa sistem bunga adalah bagian dari ketimpangan ekonomi.

Ulama yang Membolehkan Bunga Bank (dengan penjelasan dan ketentuan)

1. Syaikh Mahmud Syaltut (Rektor Al-Azhar, Mesir), Dalam Fatwa-nya, beliau membolehkan bunga tetap atas simpanan sebagai "imbalan jasa simpanan" (ujrah), bukan riba.

2. Syaikh Dr. Muhammad Abduh, Tokoh pembaharu dari Mesir, melihat bunga bank tertentu bisa dibolehkan jika tidak menzalimi dan tidak eksploitasi.

3. Syaikh Rasyid Ridha, Murid Muhammad Abduh. Membolehkan bunga kecil yang tidak menindas dan menjadi alat bantu ekonomi masyarakat.

4. Sebagian anggota Dewan Fatwa Al-Azhar (awal abad ke-20), Ada sebagian ulama yang menganggap bunga bank tidak identik dengan riba karena kondisi ekonomi modern.

Analisis saya

Dalam perdebatan tentang bunga bank, saya memilih untuk berada di posisi netral dan moderat. Saya memahami bahwa para ulama memiliki argumen kuat di kedua sisi.

Sebagian besar ulama dan lembaga seperti MUI dan Majma’ al-Fiqh al-Islami mengharamkan bunga bank karena dianggap sebagai bentuk riba nasi’ah, yaitu tambahan dalam utang yang dilarang dalam Al-Qur’an. Mereka menilai bahwa meskipun namanya berbeda, hakikat bunga tetap riba dan berpotensi menzalimi.

Namun, ada pula ulama kontemporer seperti Mahmud Syaltut, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha yang membolehkan bunga dalam konteks tertentu, seperti bunga simpanan yang tidak merugikan dan dianggap sebagai imbalan jasa. Mereka menekankan pentingnya melihat konteks sosial ekonomi modern.

Bagi saya, perbedaan ini menunjukkan bahwa fikih bersifat dinamis. Saya tidak ingin menggeneralisasi seluruh sistem bunga bank sebagai haram atau halal secara mutlak. Yang penting adalah melihat akad, transparansi, dan dampaknya terhadap keadilan.

Saya juga mendukung keberadaan sistem keuangan syariah sebagai solusi alternatif, tanpa menutup ruang dialog terhadap praktik keuangan modern yang tidak menyalahi prinsip keadilan.

#Ilmu itu asik kalau di ulik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar