“Mereka bilang robot akan ambil alih. Tapi siapa yang menciptakan robot itu?”
Di tengah derasnya laju teknologi, terutama kecerdasan buatan (AI), pertanyaan yang makin sering terdengar: Apakah pekerjaan saya akan diambil alih oleh mesin? Dari kasir minimarket hingga desainer grafis, dari jurnalis hingga pengacara, semua kini berada dalam bayang-bayang automasi.
Bukan lagi sekadar ramalan fiksi ilmiah. AI benar-benar sudah mulai menggantikan sebagian peran manusia. Kita lihat itu di chatbot yang menjawab pertanyaan pelanggan, AI-art yang mengisi iklan digital, hingga robot yang meracik kopi di Jepang.
Namun, apakah ini berarti manusia akan benar-benar kehilangan tempat?
AI dan Dunia Kerja: Fakta atau malah Ketakutan Berlebihan?
Faktanya, memang ada banyak pekerjaan yang mulai tergeser. Laporan dari beberapa situs dunia mengatakan pada tahun 2025, sekitar 85 juta pekerjaan mungkin hilang karena automasi, tapi di sisi lain, 97 juta pekerjaan baru bisa tercipta, yang belum tentu cocok dengan keterampilan mayoritas orang saat ini.
Jadi, yang sebenarnya terjadi bukan hilangnya pekerjaan secara total, tapi pergeseran peran!
Pekerjaan yang rutin, repetitif, dan berbasis data adalah yang paling rentan, seperti operator input data, customer service dasar, atau analis teknis
Lalu Apa yang Tidak Bisa (atau Sulit) Digantikan oleh AI?
Perlu di ingat AI bukan dewa. Ada hal-hal yang masih jadi kekuatan manusia:
1. Kreativitas Orisinal
AI bisa meniru, tapi sulit menciptakan dari jiwa. Ia bisa menghasilkan musik, tapi belum tentu bisa menciptakan lagu yang membuat orang menangis karena relate dan sesuai dengan keadaan.
2. Empati dan Kemanusiaan
Dalam dunia psikologi, pendidikan, dan keperawatan, kehadiran manusia tak tergantikan. Kita bukan sekadar makhluk logis kita makhluk rasa.
3. Konteks Budaya & Nilai Sosial
AI bisa salah memahami konteks. Budaya adalah sesuatu yang hidup, berkembang, dan punya lapisan emosi, sejarah.
4. Etika dan Moralitas
Ketika ada dilema, seperti dalam dunia medis atau hukum, manusia mengambil keputusan bukan hanya berdasarkan data, tapi juga hati nurani.
Peran Baru Manusia di Era AI?
Mungkin kita bukan lagi "pelaksana kerja", tapi justru "pengarah sistem". Kita akan lebih banyak memmpin, mengawasi, dan membentuk arah dari teknologi.
Menuju Dunia Baru,Apakah Kita Siap?
Di balik semua ini, ada pertanyaan yang lebih besar dari sekadar "pekerjaan".
Kalau kerja bukan lagi satu-satunya alasan kita dihargai, lalu apa arti keberadaan kita?
Mungkin ini saatnya kita mendefinisikan ulang arti "bermanfaat", "berdaya", atau "bernilai". Mungkin kerja bukan lagi tentang 9 to 5, tapi tentang kontribusi yang lebih luas untuk komunitas, untuk nilai, untuk peradaban.
#Ilmu itu asik kalau di ulik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar