Transaksi ekonomi dalam kehidupan umat Islam tidak bisa dilepaskan dari yang namanya syariat. Islam sebagai agama yang syamil (menyeluruh) tidak hanya mengatur ibadah mahdhah seperti salat dan puasa, tetapi juga mengatur bagaimana manusia saling berinteraksi dalam urusan duniawi, termasuk soal harta dan transaksi.
Salah satu konsep penting dalam hukum muamalah adalah akad. Dalam setiap bentuk transaksi baik jual beli, sewa, pinjam meminjam, kerja sama bisnis, hingga gadai — selalu ada unsur akad yang menjadi dasar keabsahan dan legalitas suatu hubungan hukum.
Namun, masih banyak di antara kita yang belum memahami jenis-jenis akad ini secara utuh. Padahal, pemahaman akad yang benar bukan hanya penting bagi pelaku ekonomi syariah, tapi juga untuk setiap Muslim agar terhindar dari praktik yang bertentangan dengan prinsip Islam seperti riba, gharar (ketidakjelasan), dan maysir (spekulasi/untung-untungan).
Pengertian Akad dalam Islam?
Secara etimologis, “akad” berasal dari bahasa Arab ‘aqada ya’qidu yang berarti “mengikat”. Dalam terminologi fikih, akad diartikan sebagai pertemuan kehendak antara dua pihak atau lebih yang menyebabkan timbulnya akibat hukum terhadap objek yang disepakati.
Dengan kata lain, akad adalah perjanjian hukum syar’i yang mengikat dua belah pihak dalam melakukan suatu transaksi, baik dalam bentuk pertukaran harta, jasa, maupun kerja sama usaha. Setiap akad memiliki ketentuan, syarat, dan rukun tertentu agar dinyatakan sah menurut syariat.
Jenis-Jenis Akad dalam Muamalah dan Penjelasannya!
1. Akad Ba’i (Jual Beli)
Akad ba’i adalah bentuk transaksi pertukaran antara barang dan imbalan (harga) yang dilakukan atas dasar saling ridha (an-taradhin). Akad ini termasuk akad tijariyah (komersial) dan menjadi akad yang paling sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Islam, jual beli harus memenuhi syarat seperti kejelasan objek barang, transparansi harga, serta tidak mengandung unsur riba atau gharar.
Contoh: Transaksi pembelian barang di toko, marketplace, atau warung yang dilakukan secara sah dan saling menguntungkan tidak boleh merugikan.
2. Akad Salam
Akad salam adalah akad jual beli dengan mekanisme pembayaran di muka, sementara barang diserahkan di kemudian hari. Akad ini diperbolehkan syariat sebagai bentuk solusi terhadap kebutuhan produsen untuk mendapatkan modal awal. Tentunya harus sesuai dengan syarat. syarat utamanya adalah kejelasan spesifikasi barang, harga yang dibayar tunai, dan waktu penyerahan yang pasti.
Contoh: Membeli hasil panen dari petani sebelum masa panen, dengan pembayaran penuh di awal.
3. Akad Istishna’
Akad istishna’ adalah akad pemesanan produk yang belum ada (belum diproduksi) dengan spesifikasi tertentu, yang diproduksi oleh pihak penjual berdasarkan pesanan pembeli. Berbeda dengan akad salam, istishna’ tidak mensyaratkan pembayaran di muka; pembayaran bisa dilakukan di awal, bertahap, atau setelah produk selesai dibuat.
Contoh: Pemesanan pembuatan rumah, pesanan furnitur custom, atau pembuatan seragam.
4. Akad Murabahah
Akad murabahah adalah akad jual beli dengan harga pokok ditambah margin keuntungan yang disepakati antara penjual dan pembeli. Penjual wajib menjelaskan harga asli barang dan besar keuntungan yang diambil. Akad ini banyak digunakan oleh lembaga keuangan syariah karena bersifat transparan dan jelas.
Contoh: Bank syariah membeli barang yang dibutuhkan nasabah lalu menjual kembali dengan margin tertentu.
5. Akad Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberikan kontribusi modal untuk menjalankan suatu usaha bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung berdasarkan proporsi modal. Akad ini menekankan prinsip keadilan dan partisipasi aktif semua pihak.
Contoh: Dua orang berinvestasi bersama membuka warung kopi, di mana keuntungan dibagi sesuai proporsi modal.
6. Akad Mudharabah
Akad mudharabah merupakan kerja sama usaha antara pemilik modal (shahibul mal) dan pengelola usaha (mudharib), di mana pemilik modal memberikan dana, sementara pengelola menjalankan usaha. Keuntungan dibagi sesuai nisbah, sementara kerugian ditanggung oleh pemilik modal, kecuali jika pengelola terbukti lalai.
Contoh: Investor memberikan dana kepada pebisnis UMKM untuk dijalankan dengan sistem bagi hasil.
7. Akad Ijarah
Ijarah adalah akad sewa-menyewa atas suatu manfaat barang atau jasa dalam jangka waktu tertentu. Objek yang disewakan bukanlah barangnya, melainkan manfaat dari barang tersebut. Dalam akad ijarah, penting untuk menentukan durasi sewa dan nilai imbalan secara jelas.
Contoh: Sewa kendaraan, sewa rumah, atau jasa mengajar.
8. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT)
Akad ini merupakan gabungan antara sewa (ijarah) dengan janji pemindahan kepemilikan barang di akhir masa sewa. IMBT umum digunakan dalam sistem pembiayaan bank syariah, terutama untuk kepemilikan aset.
Contoh: Seseorang menyewa rumah dari bank syariah, dan di akhir masa sewa, rumah tersebut berpindah kepemilikan kepada penyewa.
9. Akad Wakalah
Wakalah adalah akad perwakilan, di mana satu pihak memberi kuasa kepada pihak lain untuk melakukan suatu tindakan tertentu atas nama pemberi kuasa. Akad ini dibolehkan dalam berbagai urusan, baik ekonomi, administratif, maupun sosial.
Contoh: Memberi kuasa kepada agen travel untuk menguruskan visa atau haji.
10. Akad Kafalah
Kafalah adalah akad penjaminan oleh pihak ketiga terhadap kewajiban pihak pertama kepada pihak kedua. Jika pihak pertama gagal melunasi kewajiban, penjamin akan menanggungnya. Akad ini mencerminkan prinsip tolong-menolong dan kepercayaan.
Contoh: Penjamin pinjaman pada lembaga keuangan atau penjamin dalam proses hukum.
11. Akad Qardh
Qardh adalah akad pinjaman uang tanpa imbalan (non-profit). Tujuannya bukan untuk memperoleh keuntungan, melainkan sebagai bentuk bantuan. Pengembalian wajib sesuai jumlah yang dipinjam tanpa tambahan.
Contoh: Seseorang meminjamkan uang kepada temannya untuk kebutuhan mendesak, dan harus dikembalikan sesuai nominal pinjaman.
12. Akad Rahn
Rahn adalah akad gadai, yaitu penjaminan utang dengan barang yang bernilai ekonomi. Barang tersebut dapat ditahan oleh pihak pemberi pinjaman hingga utang dilunasi. Jika utang tidak dibayar, barang bisa dijual untuk melunasi kewajiban.
Contoh: Gadai emas sebagai jaminan utang di pegadaian syariah.
13. Akad Hawalah
Hawalah adalah pengalihan tanggung jawab pembayaran utang dari satu pihak ke pihak lain. Akad ini dapat membantu mempercepat penyelesaian utang dan menciptakan efisiensi dalam transaksi.
Contoh: A berutang pada B, dan C bersedia menanggung utang A untuk dilunasi kepada B.
14. Akad Sharf
Akad sharf adalah transaksi tukar-menukar mata uang, baik sejenis maupun berbeda jenis. Syarat pentingnya adalah harus dilakukan secara tunai dan langsung (taqabudh) untuk menghindari unsur riba.
Contoh: Menukar rupiah ke dolar di money changer atau bank syariah.
15. Akad Ju’alah
Ju’alah adalah akad janji pemberian imbalan kepada siapa saja yang dapat menyelesaikan tugas tertentu. Berbeda dari ijarah, akad ini tidak mensyaratkan siapa pelaksananya yang penting hasilnya tercapai.
Contoh: Pengumuman sayembara desain dengan hadiah uang bagi pemenang terbaik.
16. Akad Hiwalah
Hiwalah dalam literatur kontemporer dipakai untuk menunjuk pada pemindahan hak tagih atau utang dari satu pihak ke pihak lain. Biasanya digunakan dalam administrasi lembaga keuangan dan bisnis modern.
17. Akad Muzara’ah
Muzara’ah adalah akad kerja sama pertanian antara pemilik lahan dan penggarap. Pemilik lahan menyediakan tanah, sementara petani mengelola dan merawat tanaman. Hasil panen dibagi sesuai kesepakatan.
18. Akad Musaqah
Musaqah adalah kerja sama dalam pemeliharaan tanaman keras (seperti kebun buah atau pohon), di mana pengelola hanya bertanggung jawab pada penyiraman dan perawatan dasar. Hasil panen dibagi sesuai kesepakatan.
Jadi itulah beberapa akada akad dalam muamalah, atau yang ada di dalam Islam, barangkali ada kekurangan mungkin bisa ditambahkan oleh semua nya. Mengapa Penting Memahami Akad?
Dengan memahami akad-akad dalam muamalah, seorang Muslim bisa terhindar dari transaksi yang mengandung unsur haram, serta mampu menjalankan aktivitas ekonomi sesuai prinsip syariah. Ini penting tidak hanya bagi pelaku bisnis, tetapi juga bagi mahasiswa, akademisi, bahkan masyarakat umum di era digital dan transaksi instan seperti sekarang.
Bisa juga cek ilmu ilmu tentang muamalah lewat referensi berikut ini
Referensi:
1. Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, Damaskus: Dar al-Fikr.
2. Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Mesir: Dar al-Fath.
3. DSN-MUI, berbagai fatwa muamalah, www.mui.or.id
4. Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Teori dan Praktik, Gema Insani, Jakarta.
5. Hasanuddin AF, Fikih Muamalah Kontemporer, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
6. Ensiklopedia Ekonomi Syariah – Bank Indonesia.
7. Modul Muamalah – Kementerian Agama RI
#ilmuituasikkalaudiulik